Pangkalan Islam -
Pertanyaan Dari:
Ibrahim Sa’id, BA / Irsyad, NBM 482.005, anggota Muhammadiyah Cabang Serijabo
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Mohon penjelasan tentang dalil yang terdapat dalam HPT cetakan ke 3 hal
139 No. 27 tentang Nabi Muhammad saw apabila telah selesai mengerjakan
shalat beliau menghadapkan mukanya kepada makmum.
1. Apakah beliau menghadapkan mukanya tanda komentar, apakah ada yang di sampaikannya kepada makmum?
2. Apakah kita harus melakukan seperti itu juga?
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Jawaban:
Sebelum kami menjawab pertanyaan saudara, berikut ini kami kutip hadis
yang terdapat dalam Himpunan Putusan Tarjih Cetakan ke-3 hal 139 No. 27,
sebagai berikut:
لِمَا رَوَاهُ الْبُخَارِى عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ قَال كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى صَلاَةً أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ
Artinya: Karena hadis riwayat Bukhari dari Samurah, berkata: “adalah
Nabi SAW, apabila telah selesai shalat, beliau menghadapkan mukanya
kepada kita” [HR. Bukhari]
Hadis di atas menunjukkan atas disyariatkannya seorang imam menghadap ke
makmum setelah selesai shalat, dan senantiasa melakukan hal tersebut.
Tentang hikmah atau tujuan Nabi saw melakukan hal itu, ada beragam
pendapat. Ada yang mengatakan bahwa menghadapnya imam kepada makmum
setelah shalat bertujuan untuk memberikan pelajaran tentang hal-hal yang
diperlukan makmum, sehingga dikhususkan bagi orang yang mendapati
keadaan seperti Rasulullah saw ini memiliki kecakapan untuk mengajarkan
dan memberi nasehat. Ada pula yang berpendapat bahwa hal itu untuk
mengetahui selesainya shalat, karena sekiranya imam senantiasa pada
duduknya setelah shalat, maka bias jadi difahami bahwa imam masih dalam
tasyahud (belum selesai shalat). (Lihat Nailul-Authar, jilid 2 hal 326)
Ibn Qudamah di dalam kitab al-Mughni jilid 1 halaman 561
mengatakan bahwa berubahnya arah duduk imam adalah untuk memastikan
telah selesainya shalat itu bagi imam. Hal ini agar makmum bisa
memastikan bahwa imam telah benar-benar selesai dari shalatnya. Sebab
dengan mengubah arah duduk, imam akan meninggalkan arah kiblat dan hal
itu jelas akan membatalkan shalatnya.
Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa dengan menggeser arah duduk ke
belakang atau ke samping, berarti imam sudah yakin 100% bahwa rangkaian
shalatnya sudah selesai seluruhnya dan terputus. Tidak sah lagi apabila
tiba-tiba ia teringat mau sujud sahwi atau kurang satu rakaat. Demikian
disebutkan di dalam kitab Hasyiyatu Ibnu Qasim ‘alar-Raudhah jilid 12 halaman 354-355.
Zain ibn Munir berpendapat bahwa membelakanginya imam kepada makmum itu
adalah hak seorang imam, dan apabila shalat telah selesai maka hilanglah
alasan untuk membelakangi makmum. Seorang imam yang menghadap kepada
makmum saat itu adalah untuk menghilangkan kesombongan dan perasaan
angkuh terhadap makmum. (Lihat Nailul-Authar, jilid 2 hal 326)
Selanjutnya, mengenai apakah Rasulullah saw memberi komentar atau tidak
pada saat menghadap makmum, ada beberapa hadis yang menjelaskan tentang
hal tersebut. Salah satunya seperti yang dikisahkan dalam sebuah hadis
Nabi saw dari Yazid bin al-Aswad, sebagaimana tersebut di dalam Kitab
Nailul-Authar, 2: 354:
وَعَنْ يَزِيدَ بْنِ اْلأَسْوَدِ قَالَ: حَجَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَجَّةَ الْوَدَاعِ قَالَ: فَصَلَّى بِنَا
صَلاَةَ الصُّبْحِ، ثُمَّ انْحَرَفَ جَالِسًا فَاسْتَقْبَلَ النَّاسَ
بِوَجْهِهِ وَذَكَرَ قِصَّةَ الرَّجُلَيْنِ اللَّذَيْنِ لَمْ يُصَلِّيَا… [رواه أحمد وأبو داود والنسائى والترمذى]
Artinya: “Diriwayatkan dari Yazid ibn al-Aswad, ia berkata:“Kami ikut
haji wada’ bersama Rasulullah saw, kemudian Yazid berkata: Lalu beliau
shalat subuh bersama kami kemudian beliau berpaling sambil duduk dan
menghadap kepada makmum, kemudian beliau menceritakan kisah dua orang
pemuda yang tidak ikut shalat berjamaah … .” [HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan at-Tirmidzi ]
At-Tirmidzi menyatakan bahwa hadis tersebut tergolong hadis dengan derajat Hasan Shahih. Menurut
at-Tirmidzi, Abu Dawud, dan an-Nasai, kisah yang diceritakan Nabi saw
adalah tentang dua orang pemuda yang tidak ikut shalat berjamaah
sedangkan keduanya berada di masjid, dan menyuruh kedua pemuda tersebut
untuk menghadap kepada beliau. Maka setelah beliau shalat subuh bersama
sahabat pada haji wada’, Rasulullah saw menghadap makmum dan menceritakan tentang kedua pemuda tersebut.
Dari hadis di atas dapat disimpulkan bahwa setelah Nabi saw shalat,
beliau menghadap makmum dan terkadang memberi komentar atau nasehat.
Adapun mengenai apakah kita harus melakukan seperti yang Nabi saw
lakukan, sebagai umat Islam yang menjadikan Nabi Muhammad saw sebagai uswatun hasanah (suri
teladan yang baik) dalam segala bidang, khususnya dalam masalah yang
berkenaan dengan ibadah shalat, maka hal itu menjadi teladan dan layak
diikuti dalam setiap mengerjakan shalat berjamaah. Namun demikian, dari
segi hukum apa yang dilakukan oleh Nabi saw tersebut tidak sampai kepada
hukum wajib, tetapi sunnah atau dianjurkan.
Wallahu a’lam bish-shawab. *putm)
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
0 comments:
Post a Comment